Jumat, 03 Mei 2013

Pembiusan Saat Operasi Berisiko Bikin Balita Hiperaktif



Jakarta, Ketika melakukan operasi pembedahan, pembiusan atau anastesi selalu dibutuhkan agar pasien bedah tidak merasa sakit. Namun ada kecurigaan bahwa pembiusan dalam operasi bedah berakibat buruk bagi anak-anak, terutama untuk balita.

Sayangnya, bukti yang mendukung kecurigaan tersebut masih belum cukup kuat. Namun penelitian terakhir yang dilakukan Mayo Clinic menguatkan kecurigaan efek buruk anastesi bagi manusia. Selain memicu ADHD (hiperaktif), pembiusan dalam operasi atau anastesi juga diduga memicu kerusakan saraf.

ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah gangguan perkembangan pada anak-anak yang menyebabkan anak sulit berkonsentrasi dan tidak dapat duduk tenang atau hiperaktif.

Tim peneliti dari Mayo Clinic melihat catatan kesehatan sekelompok anak-anak yang mendapat 2 kali pembiusan atau lebih sebelum berusia 3 tahun dan membandingkannya dengan anak-anak yang belum pernah terkena pembiusan.

Peneliti menemukan bahwa kelompok yang pernah terkena pembiusan memiliki gejala ADHD dua kali lebih banyak.

Anak-anak yang belum pernah terkena anestesi dan pembedahan hanya memiliki kemungkinan mengalami sebesar ADHD 7,3%. Persentase ini sama pada anak-anak yang hanya mengalami satu kali operasi dan mendapat pembiusan sebelum berusia 3 tahun.

Namun untuk anak-anak yang mendapat pembiusan atau pembedahan dua kali atau lebih, tingkat ADHD naik sebesar 17,9 persen. Hasil ini tetap stabil bahkan setelah peneliti menyesuaikan faktor lain, seperti usia kehamilan, jenis kelamin, berat lahir dan kondisi kesehatan setelah dilahirkan.

"Anak-anak yang terkena dua atau lebih anestesi sebelum usia 3 tahun memiliki kemungkinan lebih dari dua kali lipat mengalami ADHD dibanding anak yang tidak pernah mendapat anastesi," kata peneliti, David Warner, MD, ahli anestesi pediatrik Mayo Clinic seperti dilansir Naturalnews.com, Rabu (8/2/2012).

Meskipun demikian, Dr Warner masih ragu-ragu untuk mengklaim bahwa penelitiannya ini menunjukkan hubungan sebab akibat. Selain itu, sistem saraf diduga akan mampu memperbaiki sendiri kerusakan tersebut


http://health.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar